Terdengar kabar dari orang di sekitar saya (tetangga) bawasannya ada seseorang yang tinggal sebatang kara di bawah tebing kebun kopi. Jauh dari pemukiman warga laki-laki paruh baya itu memilih hidup sendiri dan menyepi seakan-akan mengasingkan diri dari kebisingan masyarakat. Rasa penasaran saya untuk melakukan kunjungan ke tempat tersebut sangat antusias. Pada tanggal 22 September 2019 pagi-pagi saya berkunjung ke tempat kebun kopi yang ada di bantaran sungai yang bernama sabrangan, sesampainya di sana saya bertemu orang yang tinggal di gubuk kecil dan sederhana itu.
Assalammualaikum!
Walaikumsalam. Orang itu menjawab.
Kalau saya tahu dengan bapak siapa?
Muhammad Nurdin, jawabannya.
Apakah anda tinggal di sini?
Iya, saya tinggal di sini. Kata Nurdin
Apa yang membuat anda betah tinggal di sini?
Nurdin menjawab kuncinya kesabaran, menerima apa adanya, karena keadaan, bisikan hati nurani.
Saya tidak terlalu mendetail bertanya kenapa Nurdin tinggal sendiri di tempat yang sepi di kebun kopi dan jauh dari pemukiman warga. Pertanyaan seperti itu terlalu pribadi. Ada pertanyaan yang bisa dijawab dan ada juga pertanyaan yang tidak bisa dijawab, karena bersifat rahasia. Yang saya bahas di sini bagaimana seseorang bisa hidup sendiri di kebun kopi yang jauh dari pemukiman warga. Nurdin bekerja sebagai penyambung kopi awalnya, itu pun kalau ada orang yang memberi pekerjaan kepadanya. Jika tidak ada pekerjaan itu, Nurdin tidak bekerja. Nurdin memakan makanan dari alam untuk bertahan hidup, salah satunya adalah tumbuhan terna atau yang sering disebut bote, sayur daun singkong dan lain sebagainya yang ada di sekelilingnya. Selama 6 bulan Nurdin memakan makanan tersebut dan Nurdin tidak memakan nasi selama tinggal di kebun kopi itu sampai sekarang. Lambat laun Nurdin berganti pekerjaan sebagai pencari madu tawon di hutan. Selama mencari madu tawon, perhari bisa mendapatkan 2 sampai 3 botol marjan kalau lagi musim madu kalau tidak musim madu kurang lebih mendapatkan 1/2 botol marjan, harga perbotol Rp 250.000 dari pendapatan yang cukup lumayan itu Nurdin lebih meningkatkan konsumsi makanan yang dia makan seperti telor, tempe, mie instan, tetapi tidak memakan nasi. Karena kalau memakan nasi beliau langsung sakit ujarnya. Ini aneh, tetapi nyata.
Apakah anda tidak merasa sepi?
Tidak, jawabannya. Saya lebih menikmati hidup sendiri dan bangga hidup sebatang kara di bantaran kebun kopi ujarnya.
Apa yang anda rasakan di saat petang menyapa hanya memakai lampu oblek atau lentera yang memakai minyak gas?
Jawabannya hanya ada satu kata yaitu bangga.
Hidup di hutan itu tidak mudah, jauh dari lapangan pekerjaan dan agak sulit menerima informasi. Dari kisah ini saya mengambil kesimpulan bahwa alam bisa memberikan kehidupan kepada kita semua. Jagalah dan lestarikan alam kita untuk anak cucu kita dikemudian hari.
Sedikit untaian kata-kata mutiara dari saya semoga menjadi inspirasi.
Walaupun kemarau melanda ternak-ternak tidak akan mati tanpa alasan.
Salam sejahtera
Penulis
Mawardi
Comments
Post a Comment